Limbah berdasarkan nilai ekonominya dapat dibagi
menjadi limbah yang mempunyai nilai ekonomis dan limbah nonekonomis.
Limbah yang mempunyai nilai ekonomis yaitu limbah dengan proses lanjut
akan memberikan nilai tambah. Misalnya: tetes merupakan limbah pabrik
gula.Tetes menjadi bahan baku untuk pabrik alkohol. Ampas tebu dapat
dijadikan bahan baku untuk pabrik kertas, sebab ampas tebu melalui
proses sulfinasi dapat menghasilkan bubur pulp. Banyak lagi limbah
pabrik tertentu yang dapat diolah untuk menghasilkan produk baru dan
menciptakan nilai tambah.
Limbah nonekonomis adalah limbah yang diolah dalam proses bentuk
apapun tidak akan memberikan nilai tambah, kecuali mempermudah sistem
pembuangan. Limbah jenis ini yang sering menjadi persoalan pencemaran
dan merusakkan lingkungan; Dilihat dari sumber limbah dapat merupakan
hasil sampingan dan juga dapat merupakan semacam “katalisator”.
Karena sesuatu bahan membutuhkan air pada permulaan proses, sedangkan pada akhir proses air ini harus dibuang lagi yang ternyata telah mengandung sejumlah zat berbahaya dan beracun. Di samping itu ada pula sejumlah air terkandung dalam bahan baku harus dikeluarkan bersama buangan lain. Ada limbah yang terkandung dalam bahan dan harus dibuang setelah proses produksi. Tapi ada pula pabrik menghasilkan limbah karena penambahan bahan penolong.
Sesuai dengan sifatnya, limbah digolongkan menjadi 3 bagian,yaitu:limbah cair, limbah gas/asap dan limbah padat.
Ada industri tertentu menghasilkan limbah cair dan limbah padat yang
sukar dibedakan. Ada beberapa hal yang sering keliru mengidentifikasi
limbah cair, yaitu buangan air yang berasal dari pendinginan. Sebuah
pabrik membutuhkan air untuk pendinginan mesin, lalu memanfaatkan air
sungai yang sudah tercemar disebabkan oleh sektor lain. Karena kebutuhan
air hanya untuk pendinginan dan tidak untuk lain-lain, tidaklah tepat
bila air yang sudah tercemar itu dikatakan bersumber dari pabrik
tersebut. Pabrik hanya menggunakan air yang sudah air yang sudah
tercemar pabrik harus selalu dilakukan pada berbagai tempat dengan waktu
berbeda agar sampel yang diteliti benar-benar menunjukkan keadaan
sebenarnya.
Limbah gas/asap adalah limbah yang memanfaatkan udara sebagai media.
Pabrik mengeluarkan gas, asap, partikel, debu melalui udara, dibantu
angin memberikan jangkauan pencemaran yang cukup luas. Gas, asap dan
lain-lain berakumulasi/bercampur dengan udara basah mengakibatkan
partikel tambah berat dan malam hari turun bersama embun.
Limbah padat adalah limbah yang sesuai dengan sifat benda padat merupakan sampingan hasil proses produksi. Pada beberapa industri
tertentu limbah ini sering menjadi masalah baru sebab untuk proses
pembuangannya membutuhkan satu pabrik pula. Limbah penduduk kota
menjadikan kota menghadapi problema kebersihan. Kadang-kadang bukan
hanya sistem pengolahannya menjadi persoalan tapi bermakna, dibuang
setelah diolah. Menurut sifat dan bawaan limbah mempunyai karakteristik
baik fisika, kimia maupun biologi.
Limbah air memiliki ketiga karakteristik ini, sedangkan limbah gas yang
sering dinilai berdasarkan satu karakteristik saja seperti halnya limbah
padat. Berbeda dengan limbah padat yang menjadi penilaian adalah
karakteristik fisikanya, sedangkan karakteristikkimia dan biologi
mendapat penilaian dari sudut akibat. Limbah padat dilihat dari akibat
kualitatif sedangkan limbah air dan limbah gas dilihat dari sudut
kualitatif maupun kuantitatif.Sifat setiap jenis limbah tergandung dari
sumber limbah.
Contoh Kasusnya
TRIBUNNEWS.COM,GRESIK - Sebagai kawasan yang
dikelilingi banyak industri, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, terancam
menjadi paparan limbah Industri Industri berbahaya. Sebab,
Gresik tidak memiliki lokasi pembuangan limbah B3.
Gresik tidak memiliki lokasi pembuangan limbah B3.
“Justru kalau tidak ada depo pembuangan, tidak ada yang bisa mengontrol
industri yang membuag limbah B3, karena itu pemda harus memfasilitasi
pembangunan pusat pembuangan limbah,” kata ahli Hukum Lingkungan,
Suparto Wijoyo dalam acara Sosialisasi UU 32 tahun 2009 di kantor Badan
Lingkungan Hidup Gresik, Rabu (16/11/2011).
Salah satu perumus UU no 32 tahun 2009 tentang perlindungan, pengelolaan
Lingkungan itu mencontohkan, kondisi Gresik dengan kondisi provinsi
Jatim yang tidak memiliki pusat pengolahan limbah berbahaya.
Dalam setahun, di seluruh Jatim ada 1,4 juta ton limbah berbahaya yang
dihasilkan Industri dari 400 industri penghasil limbah berbahaya.
Parahnya, hanya sekitar 26 industri saja yang taat membuang limbah B3 nya ke pusat pengolahan limbah resmi, bagaimana yang lain?
Kepala Badan Lingkungan Hidup Gresik Sumarno mengatakan, saat ini proses
pembuangan limbah B3 dari industri Gresik kebanyakan dikelola sendiri
oleh perusahaan bersangkutan. Perusahaan bekerjasama dengan pihak
ketiga, yang mengelola pembuangan limbah ke kawasan pembuangan limbah B3
resmi seperti di Cileungsi, Karawang dan Cirebon.
“Perijinan pengolahan limbah B3 termasuk angkutannya semua dari pusat dan kami memantau manifestnya,’ ujar Sumarno.
Disisi lain BLH Gresik juga mengawasi pembuangan limbah sementara,
sebelum limbah itu dikelola aatu diangkut ke lokasi pengolahan limbah
B3. Ada pengawasan khusus untuk pengolahan limbah sementara. Pengolahan
limbah sementara harus di tempat khusus dan tidak boleh lebih dari 90
hari.
Disinggung tentang pembuatan pusat pengolahan limbah, Sumarno menyatakan
hal itu masih sulit dilakukan. “Kalau kami membangun pusat pengolahan
limbah apa masyarakat bisa menerima,” tambahnya. (rey).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar