Sabtu, 03 Desember 2011

Korupsi, Hubungannya dengan etika bisnis

Korupsi

Korupsi adalahPerilaku memperkaya diri dan kelompoknya, melalahgunakan fasilitas dan saranan, merugikan instansi pemerintah, swasta, negara atu perekonomian negara dengan cara tidak wajar dan melangggar hukum, dengan menyalahgunakan kekuasaan yang dimilikinya, baik kekuasan politik, hukum maupun kedudukan. 

Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di antaranya:
  • Memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
  • Penggelapan dalam jabatan;
  • Pemerasan dalam jabatan;
  • Ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
Akibat korupsi dalam Ekonomi


Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan.

Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.

Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.

Hubungan korupsi dan etika bisnis

Korupsi dalam bisnis di Indosesia sangat rawan. Banyak pengusaha-pengusaha yang melakukan korupsi dalam kelancaran bisnis mereka. Dalam etika bisnis korupsi sangat merugikan perusahan-perusahann yang berkompeten dalam bidangnya, yang mungkin mereka kalah dalam kedudukan, relasi dan keuangan. Tender-tender diberikan kepada perusahaan-perusahhan yang jago dalam korupsi dan negosiasi dengan pihak terkain untuk keuntungan dirinya sendiri atau kelompoknya.
Contoh kasus Korupsi
Kasus Suap Korupsi BLBI

Terbukti Bersalah, Jaksa Urip Dihukum 20 Tahun

Wahyu Arifin
VHRmedia, Jakarta - Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonis Urip Tri Gunawan 20 tahun penjara dan denda Rp 500 juta. Hukuman bagi jaksa yang terlibat suap kasus korupsi BLBI ini lebih berat dari tuntutan jaksa 15 tahun dan denda Rp 250 juta.

"Atas persidangan yang sudah dijalani dan bukti-bukti yang diajukan, pengadilan menjatuhkan pidana 20 tahun penjara, denda Rp 500 juta dengan subsider 1 tahun kurungan kepada terdakwa Urip Tri Gunawan," kata Ketua Majelis Hakim Teguh Haryanto, di Pengadilan Tipikor, Kamis (4/9).

Jaksa Urip terbukti telah menerima suap dari Artalyta Suryani US$ 660 ribu dan mantan Kepala BPPN Glenn MS Yusuf melalui pengacara Reno Iskandarysah Rp 1 miliar. Urip didakwa melanggar Pasal 12b UU 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU 20/2001 dan subsider Pasal 5 Ayat 1b UU 31/1999.

Sebelumnya Urip yakin akan divonis di bawah 15 tahun penjara karena hanya melanggar kode etik jaksa. Pengacaranya, Albab Setiawan, menilai vonis hakim tidak sesuai. "Dalam pledoi kami, Pak Urip tidak terbukti menerima suap dari Glenn Yusuf dan tidak pernah bertemu Glenn Yusuf. Kalau duit dari Artalyta Suryani itu kan pinjam duit," katanya.

Jaksa penuntut umum Sarjono Turin menilai vonis itu sesuai dengan perbuatan yang dilakukan terpidana Urip Tri Gunawan karena merugikan negara dan mencoreng nilai lembaga yudikatif. "Lagi pula tidak ada hal-hal yang meringankan sebagai tersangka. Hanya satu, yaitu telah mengabdi kepada negara. Sedangkan sisanya semuanya memberatkan tersangka," ujarnya. (E4).  

http://www.vhrmedia.com/vhr-news/berita-detail.php?.g=news&.s=berita&.e=2362

Jumat, 18 November 2011

Kasus Kecurangan Perusahaan dalam Membuang Limbah

Limbah berdasarkan nilai ekonominya dapat dibagi menjadi limbah yang mempunyai nilai ekonomis dan limbah nonekonomis. Limbah yang mempunyai nilai ekonomis yaitu limbah dengan proses lanjut akan memberikan nilai tambah. Misalnya: tetes merupakan limbah pabrik gula.Tetes menjadi bahan baku untuk pabrik alkohol. Ampas tebu dapat dijadikan bahan baku untuk pabrik kertas, sebab ampas tebu melalui proses sulfinasi dapat menghasilkan bubur pulp. Banyak lagi limbah pabrik tertentu yang dapat diolah untuk menghasilkan produk baru dan menciptakan nilai tambah.

Limbah nonekonomis adalah limbah yang diolah dalam proses bentuk apapun tidak akan memberikan nilai tambah, kecuali mempermudah sistem pembuangan. Limbah jenis ini yang sering menjadi persoalan pencemaran dan merusakkan lingkungan; Dilihat dari sumber limbah dapat merupakan hasil sampingan dan juga dapat merupakan semacam “katalisator”.

Karena sesuatu bahan membutuhkan air pada permulaan proses, sedangkan pada akhir proses air ini harus dibuang lagi yang ternyata telah mengandung sejumlah zat berbahaya dan beracun. Di samping itu ada pula sejumlah air terkandung dalam bahan baku harus dikeluarkan bersama buangan lain. Ada limbah yang terkandung dalam bahan dan harus dibuang setelah proses produksi. Tapi ada pula pabrik menghasilkan limbah karena penambahan bahan penolong.

Sesuai dengan sifatnya, limbah digolongkan menjadi 3 bagian,yaitu:limbah cair, limbah gas/asap dan limbah padat.

Ada industri tertentu menghasilkan limbah cair dan limbah padat yang sukar dibedakan. Ada beberapa hal yang sering keliru mengidentifikasi limbah cair, yaitu buangan air yang berasal dari pendinginan. Sebuah pabrik membutuhkan air untuk pendinginan mesin, lalu memanfaatkan air sungai yang sudah tercemar disebabkan oleh sektor lain. Karena kebutuhan air hanya untuk pendinginan dan tidak untuk lain-lain, tidaklah tepat bila air yang sudah tercemar itu dikatakan bersumber dari pabrik tersebut. Pabrik hanya menggunakan air yang sudah air yang sudah tercemar pabrik harus selalu dilakukan pada berbagai tempat dengan waktu berbeda agar sampel yang diteliti benar-benar menunjukkan keadaan sebenarnya.

Limbah gas/asap adalah limbah yang memanfaatkan udara sebagai media. Pabrik mengeluarkan gas, asap, partikel, debu melalui udara, dibantu angin memberikan jangkauan pencemaran yang cukup luas. Gas, asap dan lain-lain berakumulasi/bercampur dengan udara basah mengakibatkan partikel tambah berat dan malam hari turun bersama embun.

Limbah padat adalah limbah yang sesuai dengan sifat benda padat merupakan sampingan hasil proses produksi. Pada beberapa industri tertentu limbah ini sering menjadi masalah baru sebab untuk proses pembuangannya membutuhkan satu pabrik pula. Limbah penduduk kota menjadikan kota menghadapi problema kebersihan. Kadang-kadang bukan hanya sistem pengolahannya menjadi persoalan tapi bermakna, dibuang setelah diolah. Menurut sifat dan bawaan limbah mempunyai karakteristik baik fisika, kimia maupun biologi.
Limbah air memiliki ketiga karakteristik ini, sedangkan limbah gas yang sering dinilai berdasarkan satu karakteristik saja seperti halnya limbah padat. Berbeda dengan limbah padat yang menjadi penilaian adalah karakteristik fisikanya, sedangkan karakteristikkimia dan biologi mendapat penilaian dari sudut akibat. Limbah padat dilihat dari akibat kualitatif sedangkan limbah air dan limbah gas dilihat dari sudut kualitatif maupun kuantitatif.Sifat setiap jenis limbah tergandung dari sumber limbah.


Contoh Kasusnya

TRIBUNNEWS.COM,GRESIK - Sebagai kawasan yang dikelilingi banyak industri, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, terancam menjadi paparan limbah Industri Industri berbahaya. Sebab,
Gresik tidak memiliki lokasi pembuangan limbah B3.
 
“Justru kalau tidak ada depo pembuangan, tidak ada yang bisa mengontrol industri yang  membuag limbah B3, karena itu pemda harus memfasilitasi pembangunan pusat pembuangan limbah,” kata ahli Hukum Lingkungan, Suparto Wijoyo dalam acara Sosialisasi UU 32 tahun 2009 di kantor Badan Lingkungan Hidup Gresik, Rabu (16/11/2011).
Salah satu perumus UU no 32 tahun 2009 tentang perlindungan, pengelolaan Lingkungan itu mencontohkan, kondisi Gresik dengan kondisi provinsi Jatim yang tidak memiliki pusat pengolahan limbah berbahaya.

Dalam setahun, di seluruh Jatim ada 1,4 juta ton limbah berbahaya yang dihasilkan Industri dari 400 industri penghasil limbah berbahaya.

Parahnya, hanya sekitar 26 industri saja yang taat membuang limbah B3 nya ke pusat pengolahan limbah resmi, bagaimana yang lain?
“Makanya jangan heran jika ditemukan limbah berbahaya di tempat pembuangan sampah atau di tong-tong sampah,” tambah Suparto.

Kepala Badan Lingkungan Hidup Gresik Sumarno mengatakan, saat ini proses pembuangan limbah B3 dari industri Gresik kebanyakan dikelola sendiri oleh perusahaan bersangkutan. Perusahaan bekerjasama dengan pihak ketiga, yang mengelola pembuangan limbah ke kawasan pembuangan limbah B3 resmi seperti di Cileungsi, Karawang dan Cirebon. 

“Perijinan pengolahan limbah B3 termasuk angkutannya semua dari pusat dan kami memantau manifestnya,’ ujar Sumarno.

Disisi lain BLH Gresik juga mengawasi pembuangan limbah sementara, sebelum limbah itu dikelola aatu diangkut ke lokasi pengolahan limbah B3. Ada pengawasan khusus untuk pengolahan limbah sementara. Pengolahan limbah sementara harus di tempat khusus dan tidak boleh lebih dari 90 hari.

Disinggung tentang pembuatan pusat pengolahan limbah, Sumarno menyatakan hal itu masih sulit dilakukan. “Kalau kami membangun pusat pengolahan limbah apa masyarakat bisa menerima,” tambahnya. (rey).
http://www.tribunnews.com/2011/11/16/limbah-industri-ancam-gresik

Rabu, 09 November 2011

Adil dan Keadilan

1. Pengertian 
 ADIL 
Menurut W.J.S Poerwadarminta dalam Kamus Besar bahasa Indonesia adil yaitu :
1. Tidak berat sebelah (tidak memihak) pertimbangan yang adil, putusan itu dianggap adil
2. Mendapat perlakuan yang sama.

dan Menurut Drs. Kahar Masyhur memberikan defenisi tentang adil yaitu :
1. Adil ialah meletakkan sesuatu pada tempatnya
2. Adil adalah menerima hak tanpa lebih dan memberikan hak orang lain tanpa kurang
3. Adil adalah memberikan hak setiap yang berhak secara lengkap tanpa lebih tanpa kurang antara sesama yang berhak, dalam keadaan yang sama dan penghukuman orang jahat atau yang melanggar hukum sesuai dengan kesalahan dan pelanggarannya.

Dari pengertian diatas maka dapat diketahui bahwa adil atau keadilan adalah pengakuan perlakuan seimbang antara hak dan kewajiban. Apabila ada pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban, dengan sendirinya apabila kita mengakui “ hak hidup ”, maka sebaliknya kita harus mempertahankan hak hidup tersebut dengan jalan bekerja keras, dan kerja keras yang kita lakukan tidak pula menimbulkan kerugian terhadap orang lain, sebab orang lain itu juga memiliki hak yang sama (hak untuk hidup) sebagaimana halnya hak yang ada pada kita.

KEADILAN
menurut Aristoteles : 
Kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara kedua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem itu menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelanggaran terhadap proposi tersebut berarti ketidak adilan.
Keadilan menurut oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri, dan perasaannya dikendalikan oleh akal.
Dari pengertian adil dan keadilan menurut para ahli dapat si simpulkan bahwa adil adalah dimana semua berada dalam keadaan yang sama rata dan masing-masing orang tidak dalam keadaan dirugikan atau merugikan orang lain. Keadilan itu sendiri adalah suatu keadaan dimana setiap orang harus menjalan kan hak dan kewajibannya dengan baik dan benar sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku. bila kita bersifat adil maka orang lain akan adil terhadap diri kita. keadilan akan ada bila masing-masing orang menghargai dan  menghormati hak dan kewajiban masing-masing.


2. Contoh kasus dalam etika bisnis

Saya sebagai pengguna telepon selular menggunakan provider sebut saja si hijau. merasa tidak diperlakukan adil. Karena selalu saja ada gangguan jaringan sinyal, sms yang pending, BBM pending atau di telepon orang kadang ga aktif dan diluar jangkauan. Padahal saya sudah mengisi pulsa tepat waktu dan telah menjadi pengguna setianya. Sebagai provider terbesar di Indonesia harusnya memperlakukan konsumennya secara adil dan terus meningkatkan pelayananya.

3. Solusi
Setelah mengadu kepada call canter beberapakali, dan tidak ada perubahan malah semakin parah maka saya memutuskan untuk mengubah atau mengganti provider telepon seluler saya.


Sumber:

http://ocw.gunadarma.ac.id/course/psychology/study-program-of-psychology-s1/ilmu-budaya-dasar/manusia-dan-keadilan

Senin, 31 Oktober 2011

Kasus konflik antara produsen dan pesaing dalam etika bisnis


Persaingan Curang dalam Berbisnis
MASIH ingatkah kasus rumah makan Bakmi Gajah Mada di era  1970-1980-an, di tepi Jalan Gajah Mada di kawasan Jakarta Kota, tidak jauh dari Gang Kelinci, nama gang yang ”ngetop” karena lagunya dilantunkan oleh artis legendaris Lilies Suryani (almarhum). 
Karena cita rasa yang penuh selera, enak, gurih dan  nikmat, membuat Bakmi Gajah Mada diminati dan menjadi buah bibir masyarakat di seantero Jakarta. Padahal, jika dilihat dari tampilan fisik, restoran tersebut  biasa-biasa saja. Yakni hanya berupa ruko (rumah toko) berlantai dua. 

Tidak terlalu istimewa. Yang membuat istimewa adalah  cita rasa makanan dan minumannya, terutama bakmi yang disajikan/dihidangkan dan selalu ramai dikunjungi pelanggan.

Namun, bak petir di siang bolong! Tiba-tiba saja beredar isu yang menjalar super cepat, yakni bahwa cita rasa enak, nikmat  dan gurihnya masakan Bakmi  Gajah Mada dikarenakan kuah dan kaldu bakminya berasal dari cairan tubuh ”bayi” baru lahir yang sengaja digantungkan  di atas tempat masakan  kuah bakmi. 

Selain itu, juga  katanya, ada salah seorang pengunjung yang mengaku telah menemukan potongan jari jempol manusia di dalam mangkok bakmi yang akan disantap.

Ibarat sebuah bank yang kalah kliring dan diisukan akan segera dilikuidasi,  lalu segera di ”rush” oleh nasabahnya, Restoran Gajah Madapun mengalami hal serupa.  Terutama para pelanggan setianya, karena termakan isu langsung panik, kecewa dan tidak mau lagi datang untuk makan bakmi di restoran itu. 

Tidak berhenti di situ saja. Di samping nama dan reputasi restoran tersebut terdegradasi dari percaturan bisnis makanan, khususnya makanan ”perbakmian”, pemilik restoran sempat panik, repot dan lama berurusan  dengan pihak berwajib. 

Meski pada akhirnya  semua tuduhan tidak terbukti, antara lain  tidak pernah ada digantungkan tubuh bayi di atas tempat masakan kuah bakmi sebagai  ”bumbu tambahan” penyedap. Juga tidak terbukti,  terdapat seseorang yang menemukan potongan jari manusia  di dalam mangkok pengunjung. 

Hakim PN  Jakarta Pusat ketika itu memutuskan  Restoran Bakmi Gajah Mada tidak terbukti bersalah. Diduga telah terjadi ”persaingan curang” di dalam praktik berbisnis, yang dalam Bahasa Belanda dijuluki oneerlijke concurrentie (OC).

Indomie & Kasus 
Kasus Bakmi Gajah Mada dengan kasus penarikan Indomie di Taiwan berbeda kisahnya. Juga berbeda tempat terjadinya kasus. Jika kasus Bakmi Gajah Mada  terjadi di dalam negeri, maka kasus Indomie terjadi di luar negeri, di Taiwan/China Taipeh. Namun memiliki kemiripan, yakni keduanya diduga berlatar  persaingan curang di dalam berbisnis (oneerlijke concurrentie). 

Jika kasus Bakmi Gajah Mada dituduh menggunakan ”tubuh bayi baru lahir” yang digantungkan di atas tempat masakan kuah bakmi sebagai kaldu tambahan buat penyedap masakan, sedangkan kasus penarikan Indomie dari berbagai super market di Taiwan karena dituduh  mengandung methyl p-hydroxybenzoate. Senyawa kimia dimaksud  sejenis zat yang dapat merusak kesehatan dan  jenis zat tersebut memang dilarang di negara tersebut. 

Indomie, Seleraku!
Ketika produk mie instan bernama Indomie pertama sekali diproduksi dan lalu dijual di berbagai  pasar dan toko kelontong, penulis sering mengkonsumsinya di campur telur ayam. Hampir setiap hari, terutama untuk sarapan (pagi) yang dimakan bersama nasi putih. Mulai dari rasa kari ayam, ayam bawang, soto medan dan sebagainya.  

Dan tidak pernah goyah, meski pernah beberapa orang rekan menasehati bahwa di samping mie-nya sendiri yang mengandung zat kimia (pengawet)  bumbunya juga ( katanya), terindikasi mengandung zat beracun yang cepat atau lambat dapat merusak sel-sel sensitif di dalam tubuh manusia. Bahkan, katanya,  bisa berakhir dengan kematian !.

Sama halnya dengan ketika isu produk ajinomoto, yang katanya jika terlampau banyak dikonsumsi, terutama pada masakan sayur-sayuran,  akan ”berbahaya” bagi kesehatan manusia. Ketika diisukan bahwa Indomie juga mengandung zat berbahaya bagi kesehatan,  secara spontan dan berseloroh penulis berkata : ”Jangankan makan indomie, minum air putih saja atau aqua , jika terlalu banyak  diminum bisa menimbulkan kematian. Karena perut kita akan kembung dan lalu meledak !”.

Buktinya, sampai tulisan ini dimuat harian ini, Puji Tuhan atau Syukur Alhamdulilah, bukan sesumbar, dan mudah-mudahan masih sehat walafiat, penulis tidak/belum  pernah merasakan kelainan seusai mengkonsumsi Indomie.  

Hanya saja , memang di dalam praktik, jika penulis sendiri yang memasak indomienya, biasanya (mungkin karena faktor psikologis ) mie-nya  oleh penulis direbus terlebih dahulu minimal dua kali. Tapi jika dibeli di rumah makan atau di warung-warung, tentu kalau kita minta untuk direbus dua kali, kita bisa kena damprat  pemilik warung , seraya (mungkin) berkata  : ”Yah  masak sendiri sajalah bang/mas, atau tidak usah belilah, dan ejekan lainnya.

Oneerlijke Concurrentie (OC)
Mengenai OC, logikanya harusnya diatur dalam Kitab Undang-Undang (UU) Hukum Perdata (BW = Burgerlijke Wetboek ) atau Kitab UU Hukum Dagang (Ewtboek van Koophandel). Namun faktanya, OC justru diatur didalam KUHP (Kitab UU Hukum Pidana/Wetboek van Strafrecht). Mengapa - Karena OC atau ”Persaingan Curang/PC)” merupakan salah satu  jenis kejahatan yang pelakunya harus dihukum atau dikenakan  sanksi pidana.

Dalam Kamus Hukum oleh Drs Andi Hamzah SH, Penerbit Ghalia Indonesia Jakarta 17 April 1986 , disebutkan, OC/PC merupakan perbuatan menipu untuk memperdayakan umum atau seseorang dengan maksud mendapatkan, melangsungkan atau memperluas debit perdagangan atau perusahaan kepunyaan sendiri atau orang lain , jika dapat timbul kerugian bagi konkuren2-nya atau konkuren2 orang lain itu . (merujuk pasal 382 bis KUHP ).

Sedangkan Kamus Perbankan, Penerbit IBI (Ikatan Bankir Indonesia) Jakarta  tanggal 17 April 1980, tidak disebutkan sebagai persaingan curang, tapi ”persaingan tak sempurna”, yaitu kompetisi untuk mempertahankan pasar tunggal (imperfect competition ).

Di dalam KUHP Pasal 382 bis, OC/PC termasuk kejahatan. Supaya dapat dihukum, menurut pasal ini, antara lain bahwa terdakwa harus dapat dibuktikan telah melakukan perbuatan menipu. Perbuatan menipu itu bermaksud untuk memperdaya publik atau orang tertentu. Perbuatan itu dilakukan untuk menarik suatu keuntungan di dalam perdagangan atau perusahaan sendiri atau orang lain. Perbuatan itu dapat menimbulkan kerugian bagi pesaingnya. Saingannya itu adalah saingan dari terdakwa sendiri atau saingan dari orang yang dibela oleh terdakwa.

Persaingan & Pedagangan Bebas 
Suka atau tidak suka, harus diakui bahwa produk mie instan di Indonesia, khususnya produk Indomie, memang disukai masyarakat. Di samping harganya terjangkau, juga rasanya nikmat dan mengundang selera serta higenis.

Oleh sebab itu tidak usah heran jika  produk mie instan Indomie mampu merambah  pasar internasional. Mungkin saja, karena kehadiran produk mie instan Indonesia yang diproduksi PT Indofood (Indomie dan Mie Sedap) di Taiwan, membuat was-was produsen mie instan lokal Taiwan (Presiden Food) yang sebelumnya sempat merajai pasaran mie instan di negerinya, menjadi tersaingi yang membuat omzet penjualannya turun drastis.

Betapa tidak, karena di samping harganya relatif jauh lebih murah jika dibandingkan harga mie instan lokal negara lain , rasanya juga nimat dan mengundang selera. Karena kalah bersaing dengan produk Indomie di rumahnya,  lalu  membuat panik produsen mie instan lokal ” Presiden Food”. 

Karena panik dan terdesak, lalu berusaha membuat berbagai macam  cara termasuk rekayasa untuk menyingkirkan Indomie dari pasaran lokal Taiwan antara lain dengan mencari-cari kelemahan mutu produk Indomie, bahkan berusaha  ”menzolimi/memfitnah” dengan cara-cara yang tidak menjunjung etika bisnis, membuat alasan bahwa Indomie mengandung zat yang merusak kesehatan manusia di mana zat tersebut dilarang dikonsumsi/digunakan di negaranya (methyl p-hydroxybenzoate).

Kemungkinan kejadian semacam ini  bukan hanya terjadi di Taiwan. Di negara lain seperti Hongkong, Malaysia, Singapura, Jepang dan lainnya berpotensi  mengalami hal serupa. Hanya saja, patut disayangkan, jika pengusaha mancanegara, khususnya di Taiwan sampai bisa berpikir secara sempit dan picik seperti itu. 

Jika dibalik, bagaimana seandainya  Indonesia juga berpikir ”sempit dan picik” menzolimi produk negara-negara lain seperti produk makanan Malaysia yang banyak masuk ke pasar-pasar swalayan di Indonesia? Juga produk elektronik China/Beijing, termasuk  produk elektronik Taiwan seperti  lap top merk ”acer” diminta untuk ditarik dari pasaran Indonesia?. 

Membuat isu macam-macam yang bertendensi negatif bahwa produk-produk  dari negara-negara tersebut tidak berkualitas dan atau bahkan berbahaya untuk dikonsumsi , dan sebagainya?. Tentu hubungan bisnis dan bahkan hubungan bilateral satu negara dengan negara lainnya berpotensi  menjadi runyam.. Karena berbinis secara murni (pure bussiness) akan mengandung risiko berhasil atau tidak, untung atau rugi di satu pihak. Hal seperti ini wajar dan merupakan konsekuensi dari   diterapkannya perdagangan bebas (globalisasi).

Solusi
Peran Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) harus aktif membantu penyelesaian dugaan bahwa Indomie dan Mie Sedaap mengandung methyl p-hydroxybenzoate ,  yang dilarang di Taiwan bersama pihak   PT Indofood ( produsen Indomie, Indofood CBP Sukses Makmur) untuk menghubungi  Departemen Kesehatan (Biro Keamanan Makanan Taiwan)  melalui cara pendekatan yang ”sangat piawai” , sekaligus berembuk dengan pihak President Food (produsen mie instan terbesar di Taiwan) guna mencari solusi/ jalan keluar yang win win solution.

Antara lain menjelaskan, mie instan Indonesia produksi PT Indofood tidak mengandung methyl p-hydroxybenzoate sebagaimana yang dituduhkan dan dibuktikan dengan hasil penelitian dari pihak berwenang BPOM Indonesia. Dari hasil test laboratorium, serta bukti  ”formal” bahwa Indomie dan Mie Sedaap yang masuk ke pasaran Taiwan sebenarnya sudah memenuhi peraturan Departemen Kesehatan Taiwan (Biro Keamanan Makanan setempat)   

Namun, jika sebaliknya, bahwa ternyata produk Indomie kita memang mengandung zat berbahaya , misalnya oleh karena BPOM lalai dan atau kurang teliti melaksanakan tugasnya , yang antara lain mengawasi peredaran obat-obatan dan makanan di Indonesia maupun  diluar Indonesia , harus secara jantan, jujur dan berterus terang mengemukakannnya. Secara apa adanya, bukan ada apanya !, seraya menarik segera seluruh produk kita yang ternyata memang mengandung zat berbahaya tsb. Tidak usah malu, orang namanya bisnis!.
Penutup
Indomie adalah  produk asli Indonesia dan merupakan asset kebanggaan nasonal. Sehingga tidaklah  etis jika PT Indofood dibiarkan berjuang sendiri untuk membuktikan bahwa produknya tidak mengandung zat berbahaya  bagi kesehatan manusia, seperti yang dituduhkan. 

Juga jangan sampai lupa loh, bahwa Indomie-pun, dengan lagu melankolisnya, secara tidak langsung, cukup berjasa untuk menghantar terpilihnya kembali SBY menjadi Presiden pilihan rakyat untuk periode  kedua ( tahun 2009 hingga 2014 ).  Karena dengan mendengar lagu ”Indomie... seleraku !” , walaupun syairnya disesuaikan dengan kalimat kampanye Pemilu Pilpres untuk memenangkan SBY, sedikit- banyak pasti berpengaruh kepada para rakyat pemilih untuk memilih kembali SBY sebagai Presiden RI.

(Penulis adalah alumnus Universitas Indonesia, mantan staf pengajar Universitas Jakarta 1983-1990, Pemerhati Masalah Politik, Hukum  & Kemasyarakatan). (Tigor Damanik SH )